
Di halaman BRIN Papua, bukan hanya prosesi penutupan PKKMB yang terjadi. Di tengah semilir angin dan sorak semangat, sebuah bibit pohon pinang diserahkan oleh mahasiswa baru kepada Rektor ISBI Tanah Papua, Prof. Dr. Stepanus Hanggar Budi Prasetya.
Momen ini tak sekadar simbol — ini deklarasi. Sebuah janji diam-diam antara generasi muda dan para pendidiknya: kami adalah bibit, siramilah kami dengan ilmu dan nilai.
“Mahasiswa adalah bibit pinang. Kami, para dosen dan akademisi, adalah air, siri, dan kapur yang akan mendampingi pertumbuhan mereka. Bersama, kita akan membangun Tanah Papua,” tegas Rektor Hanggar, di hadapan ratusan mahasiswa baru yang tampak antusias.
Penanaman pinang menjadi simbol resmi mahasiswa baru ISBI Tanah Papua angkatan 2025 dan bukan tanpa alasan. Pohon pinang bukan tanaman biasa.
Ia tumbuh menjulang, berbuah tinggi, dan hanya berguna ketika bersanding dengan siri dan kapur. Di situlah filosofi pendidikan ISBI disematkan: mahasiswa tak bisa tumbuh sendiri, Butuh pendampingan, Butuh ekosistem dan Butuh arah.
Rektor Hanggar menyampaikan rasa bangga terhadap semangat generasi baru ISBI. Dalam waktu singkat, mereka telah menunjukkan potensi besar. Tapi lebih dari itu, ia mengingatkan bahwa kuliah bukan hanya soal mengejar gelar akan tapi tentang membentuk karakter, nilai, dan arah hidup.
“Belajar bukan aktivitas individual. Ini perjalanan bersama. Teman, dosen, tenaga kependidikan, bahkan Tuhan. Semua harus dilibatkan dalam proses ini. Mari belajar dengan hati, bukan sekadar untuk lulus, tapi untuk tumbuh,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua panitia PKKMB, Izak Gabriel Yohannes, menegaskan bahwa atas nama mahasiswa baru menyambut simbol pinang itu dengan harapan besar juga tuntutan moral.
“Kami ini bibit. Tapi jangan biarkan kami kering. Kami butuh bimbingan, teladan, dan kesempatan agar kelak bisa tumbuh dan memberi buah bagi Papua dan Indonesia,” serunya.
Di tengah wajah-wajah muda yang menyala semangat, bibit pinang itu bukan lagi pohon kecil. Ia menjelma sebagai simbol kebangkitan pendidikan budaya di Tanah Papua. Sebuah pesan bahwa seni dan ilmu bukan jalan mundur, tapi jalan membangun. Bukan sekedar pelestarian, tapi perlawanan terhadap ketertinggalan.
“Lulusan ISBI Tanah Papua harus jadi agen perubahan, seniman yang sadar sejarah, budayawan yang mencintai tanahnya, dan manusia yang utuh,” pungkas Rektor Hanggar.
Dengan semangat pinang yang kokoh dan menjulang, mahasiswa baru ISBI Tanah Papua 2025 kini memulai langkah pertamanya. Sebuah perjalanan intelektual dan spiritual, yang diharapkan kelak akan kembali menjadi buah bagi Papua, bagi budaya, dan bagi bangsa. [miki/red]







